5 Jenis Pertanyaan yang Bisa Kamu Tanyakan Pada Sesi Tanya Jawab Kelas dan Cara Praktis Membuatnya

Terkadang, menghadiri kelas yang ada presentasi kelompok dan sesi tanya jawabnya menjadi hal yang sangat dilematis. Di satu sisi, kita akan senang karena kita bisa jadi lebih santai karena ada sesi tanya jawabnya. Namun, di sisi lain dosen kadang mewajibkan buat tiap kelompok ada yang nanya.

Masalahnya, membuat dan mengajukan pertanyaan di kelas itu tidaklah lebih mudah dari bertanya kepada rumput yang bergoyang. Dengan bertanya di kelas, biasanya kita akan takut dengan cibiran-cibiran “Ih, sudah nggak lulus-lulus, pertanyaannya kagak jelas lagi!” atau “Ih, sudah nggak lulus-lulus, suka ngomong sama kipas angin lagi!”

Namun tenang saja, sebagaimana Maher Zain bilang, InsyaAllah ada jalan, mulai sekarang kamu nggak perlu khawatir sama cibiran-cibiran itu. Di halaman ini, kamu bakal nemuin beberapa jenis pertanyaan yang bisa kamu ajukan pada sesi tanya jawab dilengkapi tuntunan praktis cara membuatnya. Dengan begitu, kamu nggak perlu lagi takut dengan cibiran-cibiran inspiratif kayak di atas.

1. Pertanyaan Kontekstual

Mikir kan jawabnya?

Bagi kamu yang ingin terlihat sebagai manusia biasa yang tetap waras namun masih ingin terhindar dari kemungkinan dicap pertanyaan tak berbobot oleh dosen, ada baiknya kamu coba bikin pertanyaan yang kayak gini. Pertanyaan ini adalah jenis pertanyaan paling ideal. Selain tidak punya kemungkinan untuk dianggap sebagai pertanyaan tidak berbobot, pertanyaan ini juga tidak akan merusak prahara pertemanan dengan teman kamu yang presentasi dan kamu yang ngasih pertanyaan.

Entah kebetulan atau tidak, pertanyaan ini juga menjadi pertanyaan kedua yang paling sering muncul dalam sesi tanya jawab. Ciri khusus dalam pertanyaan jenis ini adalah adanya kasus yang mengiringi pertanyaan, bahkan jadi ruh utama dalam pertanyaan.

Contoh: “Berdasarkan yang telah kalian jelaskan tadi, teori Youngleks mengatakan bahwa Youtube lebih dari TV, sementara itu, yang terjadi di kampung saya di New Zealand, Friendster lebih banyak dibuka daripada Youtube. Apakah dengan demikian Friendster lebih dari Youtube dan teori Youngleks tidak lagi berlaku?

Cara membuat: Pertama, perhatiin dan pilih salah satu pernyataan yang temen kamu kemukakan saat presentasi. Kedua, cari kasus yang berkaitan dengan pernyataan tersebut. Ketiga, hubungkan kasus dengan pernyataan tersebut (bagaimana pernyataan tersebut memandang si kasus?) Keempat, kumpulkan keberanian, niat, dan segala motivasi selama ESQ. Kelima, tanyakan.

2. Pertanyaan Teoretis

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang agak jarang muncul di sesi tanya-jawab. Sesuai namanya, inti dari pertanyaan ini adalah tentang teori, terutama alur logika dari teori itu sendiri. Biasanya, orang yang ngasih pertanyaan ini adalah orang yang cukup bisa memahami bagaimana suatu teori itu dibuat dan bagaimana yang seharusnya terdengar dari suatu teori.

Kalo kamu mau ngasih pertanyaan ini, kamu harus siap dicap sebagai orang pinter dan diminta buat ngajarin temen-temen kamu buat UAS, walaupun pada kenyataannya kamu belom ada persiapan sama sekali untuk menghadapi UAS. Selain itu, kamu juga harus siap buat dikeselin sama temen kamu yang kamu tanya karena temen kamu pasti mikir, “Lah, itu kan teori orang, bukan teori gua, lu tanya orangnya lah!”

Contoh: “Dalam presentasi kalian tadi, kalian menjelaskan teori Karin yang menyatakan bahwa bahwa perubahan negara ke arah yang lebih baik hanya bisa terjadi melalui revolusi youtuberiat, yang saya masih agak bingung, apa hubungannya antara youtuber dengan negara dan bagaimana Karin dapat sampai pada kesimpulan demikian?”

Cara membuat: Pertama, perhatikan dan pilih salah satu teori yang dikemukakan selama presentasi. Kedua, cari teori yang tidak dijelaskan oleh presentator bagaimana si pencetus teori bisa sampai pada kesimpulan tersebut dan temukan kejanggalan alur logikanya. Ketiga, tanyakan. Keempat, persiapkan dirimu untuk diminta ngajarin temen buat UAS.

3. Pertanyaan Kontekstual-Teoretis

Yang ketiga ini adalah jenis pertanyaan paling kompleks. Mikirin cara buatnya dan ngecek ketersambungan logikanya aja ribet, apalagi ngejawabnya. Kalo kamu ngeluarin pertanyaan ini, kamu nggak akan dikira sebagai anak yang pinter lagi, tapi dengan mengeluarkannya, kamu emang udah pinter.

Namun, ada satu konsekuensi berat yang juga harus kamu pikul selepas ngeluarin pertanyaan ini. Pertama, pada kesempatan berikutnya, temen kamu nggak akan sudi nunjuk kamu buat ngasih pertanyaan walaupun kamu bahkan udah ngangkat kedua tangan. Kedua, kalo pada akhirnya kamu dikasih kesempatan juga buat bertanya (walaupun terpaksa), kamu punya kemungkinan besar untuk dimusuhi oleh hampir sekelas.

Selain itu, kamu juga harus siap pertanyaanmu dianggap nggak nyambung, ke mana-mana, dan terlalu offside. Tapi nggak apa-apa, menjadi seorang intelek memang kadang dipahami secara salah, jadi pahamilah hal itu sebagai ujian.

Secara garis besar, pertanyaan jenis ini “agak” mirip kayak pertanyaan teoretis, tapi bedanya ada unsur konteks yang dimasukkan dalam pertanyaan tersebut. Orang yang ngajuin pertanyaan ini biasanya ada beberapa kemungkinan. Pertama, dia mau ngasih pertanyaan teoretis, tapi untuk mempermudah yang ditanya memahami pertanyaannya, dia masukkin konteks dalam pertanyaannya.

Kedua, orang yang ngajuin pertanyaan ini punya sikap kritis, tapi dia mau ke-kritisan-nya make perspektif teori orang lain agar dapat membentuk suatu diskusi yang produktif. Ketiga, orang yang ngajuin pertanyaan ini lagi bikin paper atau tulisan ilmiah yang make suatu teori yang berhubungan dengan teori yang sedang dibahas oleh presentator.

Ciri pertanyaan ini adalah adanya kritik terhadap suatu teori dengan didasari oleh suatu konteks yang konteks tersebut didapat dari teori lain di luar teori yang dikritisi (penjelasannya aja udah ribet -_-).

Intinya, contoh pertanyaannya kayak gini:

“Sebagaimana kelompok kalian kemukakan, teori Dora menyatakan bahwa untuk sampai ke tempat tujuan, kita harus melihat peta, namun teori Boots mengatakan bahwa untuk bisa sampai ke tempat tujuan, kita harus berjalan karena kalau tidak berjalan maka nggak akan gerak. Nah, yang ingin saya tanyakan, bagaimana perbandingan pengaruh variabel independen yang dikemukakan pada teori Dora dan teori Boots terhadap ketersampaian seseorang kepada suatu tujuan?”

“……..” pada titik ini biasanya teman-teman sekelas sedang mencerna pertanyaan kamu, dan kemungkinan besar akan berakhir pada ketidakmengertian maha dahsyat: “Maaf, boleh diulangi nggak pertanyaannya?”

Kamupun refleks mengembuskan nafas intelektualis, dan kali ini mencoba menyampaikan pertanyaan secara super perlahan.

“Hmmm. Ok, jadi gini… kan kita tau… tadi kelompok kalian… nyebutin teori Dora… yang bilang… kalo mau sampe tujuan harus liat peta… Nah, kalo misalkan ada seorang yang tidak melihat peta dan dia cuma jalan aja, kira-kira… pengaruhnya… dalam…ketersampaian… ke… tempat… tujuan dan teori Dora tersebut… gimana… sih?”

Udah gitu, yang ditanya ngangguk-ngangguk. Terus pas jawabnya pake awalan, “Terima kasih pertanyaannya, walaupun pertanyaannya agak offside”

Ujian.

Cara membuat: Perhatikan teori yang disampein pas presentasi. Cari teori lain yang agak berlawanan dari teori tersebut. Temukan titik lemah teori yang disampaikan yang bisa diserang pake teori yang berlawanan tadi. Tanyakan. Kuatkan diri untuk menghadapi segala ujian.

4. Pertanyaan Normatif

Pertanyaan jenis ini adalah pertanyaan yang paling sering muncul di sesi tanya jawab presentasi. Wabil khusus, pada kelas MPKT-A dan MPKT-B. Biasanya, pertanyaan ini adalah saat anggota kelompok kamu kehabisan ide buat bikin pertanyaan tapi dosen ngewajibin harus ada pertanyaan tiap kelompok. Pertanyaan jenis ini juga paling gampang buat dikenali cirinya: Normatif! Namun, jangan salah sangka, dengan seringnya kamu menanyakan pertanyaan jenis ini secara tidak langsung membuat kamu terlatih untuk menjadi pejabat berbakat.

Contoh:

“Apa sih yang harus dilakukan oleh mahasiswa untuk menanggulangi kiamat?”

Atau

“Kerusakan yang disebabkan oleh tirani Dipsy sudah sangat besar, kira-kira apa sih yang perlu dilakukan oleh Pemerintah untuk menghentikan kerusakan tersebut?”

Cara membuat: Pake format “Apa yang harus dilakukan oleh…. untuk……?” Makin normatif makin menunjukkan bahwa kamu berbakat untuk mencalonkan diri jadi wakil presiden Cyprus.

5. Pertanyaan Ahsudahlah

Kalo yang terakhir ini adalah jenis pertanyaan yang paling jarang muncul. Bahkan, lebih jarang daripada pertanyaan kontekstual-teoretis. Pertanyaan ini seringnya hanya jadi lintasan-lintasan pikiran pada jiwa-jiwa yang sepi saat kelas MPKT-A dan MPKT-B. Namun, seringkali lintasan-lintasan pikiran brilian itu tidak tersampaikan sehinga menjadikan jenis pertanyaan ini mirip-mirip dengan perasaan terhadap Raline Shah: Ada, namun tidak tersampaikan. Selain itu, ciri utama pertanyaan ini ada satu: akan muncul suara “ahsudahlah” dalam hati saat ingin menjawabnya.

Namun, jangan salah. Kamu harus curiga bahwa kamu adalah seorang penyair berbakat kalau kamu bisa sampai membuat pertanyaan jenis ini.

Contoh:

“Berdasarkan paparan kelompok anda tadi, apakah Dian Sastro menyukai mahasiswa yang kupu-kupu namun nggak tatoan?”

Atau

“Ada satu hal yang ingin saya tanyakan, Kekasih. Sudah 5 hari ini sendok yang biasa saya gunakan untuk mengaduk mie diam terus, saya takut ia kenapa-kenapa dan tidak bilang-bilang sama saya. Kira-kira, apa kesalahan saya sehingga menyebabkan sendok saya menjadi demikian?”

Cara membuat dan cara menjawab: Ahsudahlah.

BACA JUGA: Bikin Slide Presentasi yang Keren Tuh Kaya Begini!

Itulah beberapa jenis pertanyaan yang dapat kamu tanyakan di kelas, beserta cara membuatnya. Semoga bermanfaat!